Bullying

PERKELAHIAN MASSAL DI KALANGAN REMAJA
I. PENGANTAR
Beberapa tahun terakhir ini, perbincangan mengenai kenakalan remaja selalu mengundang perhatian banyak pihak. Hal ini disebabkan gejala kenakalan tersebut semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitas kenakalan seperti : semakin luasnya penggunaan obat- obatan terlarang dan minuman keras, penyimpangan seksual, sampai perkelahian yang banyak melibatkan remaja dikota-kota besar. Fenomena tersebut tentu sangat memprihatinkan kita. Remaja sebagai generasi penerus bangsa telah terlibat secara aktif dalam tindakan-tindakan delikuensi yang menjurus kepada tindakan kriminal. Akibat yang ditimbulkannya pun cukup serius sehingga tidak dapat dipandang sebagai persoalan biasa akan tetapi telah menjadi masalah sosial yang sampai kini belum diatasi secara tuntas.
Urgenitas penanganan masalah remaja tersebut perlu mendapat perhatian berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik sebagai satu bentuk tanggung jawab moral kita sebagai anak bangsa yang merindukan masa depan bangsa yang lebih baik.
II. PERMASALAHAN
Untuk mengungkapkan permasalahan dengan lebih mendalam, maka dalam tulisan ini secara khusus hanya menyoroti gejala kenakalan dalam bentuk perkelahian massal yang akhir – akhir ini sering terjadi di kalangan remaja. Dalam makalah ini akan diungkap beberapa pokok pikiran yang berkaitan dengan hakikat perkelahian remaja, faktor- faktor penyebab terjadinya perkelahian, dan upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perkelahian diantara remaja tersebut.

III. PEMBAHASAN MASALAH
1. Hakekat Perkelahian Remaja
Pada umumnya remaja yang terlibat aksi perkelahian termasuk anak- anak normal yang berasal dari keluarga baik- baik. Hanya saja mereka kurang mendapat perhatian dari lingkungan sosialnya seperti : orang tua, guru, atau masyarakat pada umumnya. Mereka tidak merasa dihargai, tidak menemukan kasih sayang dan posisi sosial yang mantap sehingga kebutuhan psikis mereka tidak terpenuhi. Ego dirinya merasa terkoyak dan terinjak- injak. Mereka ingin agar lingkungan sosial di sekitarnya mau menerima dan menghargai eksistensi dirinya. Dalam menghadapi tekanan seperti itu, tubuh mereka mengadakan reaksi biologis dengan mengeluarkan hormon adrenalin untuk memberikan reaksi perlawanan sehingga munculah mekanisme kompensantoris guna mendapatkan perhatian lebih banyak dari lingkungan. Reaksi yang muncul pada diri remaja misalnya berupa omongan yang melambung ataupun perilaku ngejago yang semata- mata untuk mendapatkan “pengakuan lebih” terhadapnya Aku-nya.
Remaja yang merasa tersisih dari masyarakat itu pada akhirnya atas dasar persamaan kepentingan kemudian membentuk suatu kelompok / gang. Didalam kelompoknya , mereka berusaha mencari dukungan moril guna mendapatkan peranan sosial yang berarti yang tidak mereka dapatkan dari lingkungan sosialnya. Maka tidaklah mengherankan jika mereka menganggap kelompoknya sebagai supernatural yang berdiri diatas segala-galanya. Mereka rela berkorban demi kepentingan kelompok dan mereka pun rela berjuang untuk menjunjung tinggi nama kelompok. Jika salah seorang diantara mereka disakiti oleh pihak luar, maka tidak segan- segan mereka melakukan tindakan spektakuler bersama- sama seperti : pengeroyokan ataupun perkelahian baik antar kelompok maupun antar sekolah. Didorong oleh keinginan untuk menjadi pribadi yang berarti, maka mereka beruasaha untuk mendapatkan peranan yang penting dalam aksi perkelahian itu. Pengalaman tersebut memberikan semangat hidup bagi mereka berlebih- lebih jika aksi mereka ditonton oleh orang banyak.

2. Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian Remaja
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perkelahian remaja menurut Kartini Kartono (1992) dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal yang jika digambarkan sebagai berikut :
a. Faktor internal
1. Reaksi frustasi
2. Ganguan pengamatan dan tanggapan
3. Gangguan cara berfikir
4. Gangguan emosional

b. Faktor eksternal
1. Faktor Keluarga
2. Faktor sekolah
3. Faktor masyarakat

a.Faktor internal
Faktor yang muncul karena terjadinya proses internalisasi diri yang keliru pada remaja dalam menanggapi pengaruh dari luar. Mereka tidak mampu melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitarnya sehingga perilaku yang dapat ditampilkannya pun tidak rasional.
Beberapa penyebab yang termasuk faktor internal adalah seperti tersebut dibawah ini.
1)Reaksi frustasi
Seorang remaja yang tidak pernah / kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang, yang selalu diperlukan dengan kejam, ditekan, dibenci, ditolak kehadirannya, atau dimanjakan akan membuat mereka menjadi frustasi yang terus menerus. Selanjutnya dia menjadi akan mengembangkan sikap- sikap yang tidak matang, mau menang sendiri, mudah tersinggung, menaruh benci tanpa alasan bahkan sering kali menjurus kepada tindakan kriminal seperti halnya aksi perkelahian yang disertai perusakan gedung, penggunaan senjata tajam dan lain- lain.
2)Gangguan pengamatan dan tanggapan
Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan akan menimbulkan interpretasi dan pengertian yang salah terhadap lingkungan. Gangguan tersebut merupakan hasil pengolahan batin yang keliru terhadap realitas lingkungan yang nyata. Remaja berharap terlalu muluk terhadap kondisi masyarakat. Namun, mereka menjadi cemas setelah mengetahui keburukan0 keburukan dunia yang mereka ketahui lewat mass media sehingga akibatnya mereka sukar menerima peraturan- peraturan etis. Untuk menghadapi “tekanan dan bahaya dari luar “ tersebut, remaja kemudian mengembangkan reaksi agresif dan eksplosif berupa cepat naik darah, cepat bertindak menyerang dan berkelahi.
3)Gangguan cara berfikir
Remaja yang tidak mampu mengoreksi pikiran – pikirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realitas yang ada, maka pikirannya terganggu sehingga dia kemudian dihinggapi gambaran yang semu dan tanggapan yang salah . Akibatnya, reaksi dan tingkah laku remaja tersebut menjadi salah kaprah ; dia menjadi liar tidak terkendali dan selalu memakai cara yang keras dalam perkelahian.
4)Gangguan emosional
Keadaan emosi remaja masih sangat labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon (Zulkifli, 1992 : 66). Suatu saat bisa sedih sekali, di saat yang lain marah hanya karena persoalan sepele, bahkan kalau sedang senang ia akan lupa diri. Dengan kondisi demikian, remaja mudah terjerumus kedalam tindakan tidak bermoral, seperti : menganiaya, membunuh orang, dan sebagainya. Hal itu terjadi karena emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis.

b.Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah semua perangsang dan pengaruh dari luar yang dapat menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja.
Uraian mengenai faktor eksternal pada makalan ini akan dibatasi pada peninjauan sebab masalah yang terjadi di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
1)Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam membentuk watak kepribadian seorang anak yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan mental. Lingkungan keluarga secara potensial mempunyai peranan yang vital bagi pendidikan seorang anak terutama dalam membentuk sikap hidup yang lebih bertanggung jawab. Kegagalan usaha pendidikan dalam keluarga akan membentuk anak cenderung melakukan penyimpangan perilaku bahkan sering pula menjurus kepada tindakan kriminal.
Beberapa penyebab yang muncul dari dalam keluarga, yaitu :
a)Disharmoni keluarga ( Broken home )
Remaja yang berasal dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis (broken home) akan mengalami kebingungan dan ketidakpastian emosional. Dalam diri remaja tersebut mereka kehilangan pegangan hidup dan figur panutan terutama karena pada tahap itu mereka sedang mengalami proses mencari identifikasi diri. Adapun yang dimaksud dengan keluarga yang broken home menurut pendapat Y. Bambang Mulyono yaitu:
(1)Orang tua yang bercerai
(2)Unit keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar pernikahan
(3)Tidak adaya komunikasi yang sehat dalam keluarga (empty shell family)
(4)Kematian salah satu orang tua atau kedua-duanya, bisa berakibat fatal jikalau masa depan anak menjadi terlantar, kurang mendapat kasih sayang, dan tidak memperoleh tempat bergantung hidup yang layak
(5)Adanya ketidakcocokan atau persesuaian antara pihak orang tua dan senantiasa berada dalam suasana perselisihan/konflik karena faktor perbedaan agama, norma, ambisi-ambisi orang tua dan sebagainya.
Dengan kondisi broken home , anak mengalami banyak konflik batin. Untuk melupakan deritanya tersebut, secara tidak sadar kebanyakan anak memproyeksikan kekacauan batinnya keluar dalam bentuk konflik terbuka, bertingkah laku seenaknya, suka berkelahi baik secara individu maupun massal.
b)Pendidikan yang salah
(1)overproteksi dari orang tua
Orang tua yang terlalu memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan mengakibatkan anak tidak mampu mencapai kematangan pribadi, malas mengurus keperluannya sendiri, selalu tergantung pada orang lain, menjadi anak yang tidak memiliki inisiatif dan harga diri. Anak merasa ada orang yang dapat dijadikan tameng bagi dirinya maka tindakannya cenderung sewenang- wenang dan memaksakan kehendaknya. Namun dibalik sikapnya tersebut, dia memiliki kelemahan mental, selalu cemas dan bimbang serta tidak memiliki kepercayaan diri.jika anak tersebut masuk dalam suatu gang adakalanya dia melakukan identifikasi total terhadap gangnya. Dia selalu mengikuti segala hal yang dilakukan oleh gangnya untuk menyembunyikan kekerdilan hati dan kerapuhan jiwanya. Sehingga secara tidak sadar dia mudah terhanyut dalam melakukan tindakan ugal-ugalan dan perkelahian yang dilakukan bersama gangnya.
(2)Orang tua yang kurang menanamkan pemahaman nilai seperti : nilai kehidupan, nilai religius, etika dan lain- lain. Akibatnya terjadi krisis nilai yang menyebabkan remaja tidak mempunyai pegangan untuk menilai sikap dan tingkah lakunya selama ini.
c)Penolakan Orang tua
Anak yang ditolak kehadirannya oleh orang tua merupakan individu potensial untuk berprilaku menyimpang. Hal ini disebabkan dia merasa diabaikan, terhina dan merasa tidak ada artinya dia hidup. Dia tidak peduli dengan lingkungan keluarganya yang telah membuat dia merasa tersiksa lahir. Dengan keputusasaannya menerima kenyataan, dia mengembangkan pola kebencian, dendam, penyesalan dan kekecewaan. Dengan keadaan semacam itu, tingkah laku yang menyimpang, agresif , sadistis, kriminal, dan psikopatis merupakan reaksi kompensasi dirinya dalam melampiaskan kerisauan batinnya.
d)Pengaruh buruk dari orang tua
Orang tua yang dalam kesehariannya berprilaku tidak baik seperti : kasar, curang, pendendam, otoriter, dan lain- lain akan mudah dicontoh oleh anak- anaknya. Kebiasaan buruk dari orang tua itu mengkondisikan sikap dan prilaku anak- anaknya. Mereka selanjutnya mengembangkan dan menginternalisasikan adat kebiasaan dan prilaku buruk orang tuanya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dirinya.
2)Sekolah
Lingkungan sekolah dapat menstimulir perilaku remaja yang menyimpang jika kondisi fisik, sosial, dan psikologis sekolah tidak kondusif bagi perkembangan remaja, misalnya saja :
- Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memenuhi syarat / tidak lengkap ;
- Kurikulum yang selalu berubah ;
- Metode belajar mengajar yang monoton ;
- Sikap guru yang kurang simpatis , dedikasi pada profesi rendah, apatis , egois dan tidak menguasai metode mengajar ;
- Displin sekolah yang kaku ;
- Dan lain- lain.
Semua kondisi sekolah diatas menimbulkan konflik batin dan frutasi pada remaja terlebih-lebih jika mereka melihat ketidakadilan peraturan seperti siswa dilarang merokok tetapi guru sendiri diperbolehkan merokok di kelas. Akibatnya siswa tidak mematuhi peraturan dan berbuat seenaknya, agresif , serta suka berkalahi untuk melampiaskan frustasinya.
3)Masyarakat
Perilaku anggota masyarakat tidak selalu baik dan menguntungkan bagi perkembangan remaja. Banyak orang dewasa disekitar yang melakukan tindakan kriminal dan asusila yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional negatif pada diri remaja yang masih labil jiwanya. Akibat pengaruh tersebut maka tidak segan-segan remaja melakukan tindakan yang melanggar norma agama ataupun norma sosial sebagaimana yang dilakukan orang-orang dewasa sekitarnya.

3. Upaya Penanggulangan
Untuk menangani remaja yang terlibat perkelahian diperlukan keterampilan tertentu sebab faktor penyebab munculnya permasalahan ini sangat komplek baik yang menyangkut faktor internal maupun eksternal. Oleh karena itu apabila permasalahan ini tidak dapat ditangani oleh keluarga, maka diperlukan bantuan tenaga profesional seperti : konselor, psikolog, psikiater, pekerja sosial, dan lain –lain.
Konselor sebagai orang yang memiliki relevansi yang kuat dengan kehidupan siswa di sekolah berkewajiban menangani siswa yang suka berkelahi baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun upaya – upaya yang dapat dilakukan adalah seperti tersebut dibawah ini.
A. Penanganan Individual
Konselor memberikan layanan langsung melalui tatap muka dengan siswa dalam rangka pembahasan dan pemecahan permasalahannya. Tehnik yang dapat di gunakan menurut Adams dan Gullota ( Sarlito, 1989 : 226 ) diantaranya :
1)Pemberian petunjuk dan nasehat
Disini konselor memanfaatkan pengetahuannya yang lebih banyak dari klien untuk memberikan informasi atau mencarikan jalan keluar mengenai hal- hal atau masalah – masalah yang belum diketahui oleh klien.
2)Konseling
Disini konselor tidak menempatkan dirinya pada posisi yang lebih tahu daripada klien, melainkan posisi yang sejajar sebagai mitra klien untuk memecahkan persoalannya yang menyangkut norma, nilai dan perasaan yang memicu terjadinya perkelahian.

B.Penanganan Kelompok
Konselor memilih anak- anak yang terlibat perkelahian untuk dijadikan satu dalam kelompok terapi. Mereka dirangsang untuk saling bertukar pikiran, saling memperkuat motivasi, dan saling memecahkan persoalan.

C.Penanganan Keluarga
Konselor mengadakan ‘ home visit ‘ siswa yang terlibat atau mengundang orang tua siswa ke sekolah jika dinilai timbulnya penyebab perkelahian berkaitan erat dengan perlakuan anggota keluarga lainnya. Tujuannya adalah untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan anaknya. Metode yang digunakan antara lain : diskusi, simulasi, dan konseling
D.Referal
Jika penyebab timbulnya perkelahian menyangkut gangguan psikiologis yang kronis, maka konselor dapat mereferal siswa yang bersangkutan kepada psikolog atau psikiater, bahkan pada kondisi- kondisi tertentu, pelaku aksi perkelahian yang telah menjurus kepada tindakan kriminal seperti penganiayaan berat, merusak sarana milik umum, pembunuhan, dan sebagainya, maka dalam penanganan perlu kerja sama dengan pihak kepolisian.
IV.PENUTUP
Apabila kita telaah lebih lanjut, munculnya fenomena dikalangan remaja berupa perkelahian massal yang sering terjadi dikota- kota besar merupakan refleksi dari perbuatan orang dewasa yang selalu berbuat dengan tindakan kriminal dan asusila yang kemudian diidentifikasikan oleh para remaja tersebut. Oleh karena itu, sangat tidak bijaksana apabila kita hanya menyalahkan remaja saja sebagai penyebab terjadinya aksi perkelahian tersebut. Ada baiknya apabila kita lebih memperhatikan mereka dan berbicara dengan mereka secara terbuka. Melalui komunikasi timbal balik dengan remaja, kita akan lebih mengenal dunia mereka dan memahami apa yang menjadi kebutuhan mereka. Dengan cara seperti itu, kecil kemungkinan akan timbulnya aksi perkelahian yang terjadi dikalangan remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Kartini Kartono. ( 1992 ) . Patologi Sosial 2. Jakarta : Rajawali Pers
Sarlito W. Sarwono. ( 1991 ) . Psikiologi Remaja. Jakarta : dan Rajawali Pers
Y. Bambang M ( 1993 ). Pendekatan analisis kenakalan remaja dan penanggulangannya. Yogyakarta : Kanisius
Zulkipli L. (1992). Psikiologi perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya