Renungan

QURBAN

Umat Islam seluruh dunia pada tanggal 8 Desember 2008 merayakan hari Iedul-Qurban. Para jama'ah haji sibuk dengan ritual melempar Jumroh setelah sehari sebelumnya wuquf di padang Arafah. Pada saat para jama'ah haji wuquf di padang Arafah, mereka yang tidak berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji disunnahkan untuk melaksanakan puasa sehari di hari Arafah (9 Dzulhijjah) dan menyembelih hewan qurban pada Iedul-Qurban (10 Dzulhijjah).

QORBAN (di Indonesia sering disebut dengan istilah Kurban) berasal dari kata qoroba. Taqrib artinya dekat. Definisi secara syar’i, dijelaskan oleh Al-‘Allamah Abu Thayyib Muhammad Syamsulhaq Al-‘Azhim Abadi dalam kitabnya ‘Aunul Ma’bud (7/379): “Hewan yang disembelih pada hari nahr (Iedul Adha) dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Jadi, orang yang berkurban adalah orang yang berniat ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan berkurban karena ada suatu maksud lain dibalik itu. Berkurban harus ikhlas karena Allah SWT. Niat pengorbanannya itu benar-benar akan sampai kepada Allah SWT. Karena dalam Al-Qur’an dikatakan, “layanarullalulhuma waladima’aha walakin ataka minkum”. (Tidak akan sampai kepada Allah SWT, baik daging atau darahnya. Tetapi yang sampai adalah ketaatan dan ketakwaan kamu kepada Allah SWT). Surat al-Hajj, ayat 7.

Niat adalah kunci utama suksesnya sebuah amalan/pekerjaan. Semua amalan adalah tergantung pada niatnya, apabila seseorang beramal hanya untuk mendapatkan harta maka dia hanya akan mendapatkan harta tersebut di dunia, tidak ada artinya dihadapan Allah SWT. Diriwayatkan dalam sebuah hadits: ada tiga golongan yang sangat mulia jika dilihat perjuangannya didunianya, tetapi tiga golongan tersebut kelak dihari akhir tidak akan diperhitungkan oleh Allah segala perjuangan tersebut, tetapi justru langsung mendapatkan adzab pedih karena salah niat. Tiga golongan tersebut adalah ahli sodakoh yang selalu membagikan hartanya kepada orang lain; ahli jihad yang selalu berperang/berjuang di jalan Allah, dan ahli ilmu yang selalu menuntut ilmu dan menyebarkannya kepada yang lain. Ketiga golongan tersebut justru diadzab oleh Allah karena ’Salah Niat’ yaitu hanya untuk mendapatkan ’pujian’ dari orang lain. Karena memang niatnya hanya untuk mendapatkan pujian maka di dunianya mereka benar-benar telah mendapatkan pujian dari orang-orang sekitarnya sebagai orang yang mulia, namun mereka tidak mendapatkan balasan/ganjaran pahala dari Allah SWT karena tidak berniat utama mencari ganjaran Allah alias salah niat. Justru amalan demikian akan diberi adzab oleh Allah SWT.

Jadi jika orang betul-betul ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, ingin mendapatkan ganjaran pahala, dan ingin mendapatkan kemulyaan di sisi Allah maka segala pengorbanan dalam hidupnya harus betul-betul karena Allah, ikhlas karena Allah.

Rasulullah berkurban tidak hanya berkurban binatang. Rasulullah mengurbankan seluruh jiwanya, dirinya dan hartanya dalam berkurban demi menegakkan kebenaran dan kemaslahatan umat. Sampai Rasulullah SAW pernah mengatakan kepada Qurays, “lawwaba’ussyamsa ala yamini walqomari ala yasari an amruk hadzal amri la atrukuhu hatta li yughfirullahi aula ahuzhu“ . Artinya, sekalipun kalian meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Aku tidak akan tinggalkan sekalipun aku terbunuh tentunya, atau Allah menunjukkan kebenarannya.

Makna kurban tersebut di atas dapat diaplikasikan dalam kehidupan bernegara kita pada umumnya, dan kehidupan dalam lembaga kita (dalam hal ini di bidang pendidikan) khususnya. Ada sebuah motto dalam organisasi Muhammadiyah yang patut kita renungkan: ‘Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah’. Jika kita maknai secara mendalam dalam kehidupan kita di lembaga maka bisa kita artikan sebagai: ‘Hidupkanlah Lembaga (pendidikan), jangan (sekedar) mencari hidup di Lembaga (pendidikan).

Artinya, jika kita ikhlas karena mencari pahala dari Allah dalam bekerja maka kita pasti siap berkurban, bekerja keras mencurahkan segala kemampuan kita demi mendapatkan pahala dari Allah. Dengan kerja keras ikhlas karena Allah tersebut, maka akan mendapatkan Ridho dari Allah sehingga segala perjuangan akan berhasil dengan penuh keberkahan baik bagi lembaga maupun dirinya. Segala perjuangan tersebut jauh dari kesia-siaan, baik di dunia maupun di akherat kelak.
(Dari berbagai sumber)

0 komentar: